Kau jelagakan hatiku dengan sepinya waktu
Pada diamnya doremi angin
Kau tanpa suara masuk pada retinaku
Melesak penuhi paru-paru jantungku
Telah kau nisbat bayangku untuk berdiri tegak menemanimu
Pun istikharah yang kita hafal, kau lapukkan
Menjadi mantra-mantra penuh tawa
Bukan lagi dongeng Cinderela kau tarikan pada pias nyanyian sang rumi
Bukan pula hilal yang sempurna kau abjadkan pada sketsa peradaban sang pangeran
Tapi, deru nafas percintaan dengan Tuhan kau rapalkan agar aku dan kamu tersenyum mesra di pelaminan
aengdake, duatujuh noldua nolsembilan