<a href=http://sarikata.com/ ><img src=http://sarikata.com/wp-content/uploads/2011/03/lomba-menulis-cerita-anak-sarikata.jpg /></a>
Rakyat Negeri Pams gelisah. Sudah dua hari ini beredar paket buku ke seluruh rumah. Kalau dibuka, buku tersebut berlubang bagian tengahnya dan berisi botol parfum. Lalu kau buka tutupnya, maka tutupnya akan hangus. Aneh bukan?! Tidak berhenti sampai di sini, teman. Dari lubang botol perfum yang sangat kecil, keluar asap. Seperti gas. Atau... entahlah. Tidak ada yang tahu apakah itu gas, asap atau serbuk sesuatu. Yang pasti setelah asap itu keluar, maka semua penghuni rumah akan merasakan matanya perih. Lantas menangis. Kemudian bersin-bersin.
Padahal, Negeri Pams sedang bersedih. Pangeran Balboa menghilang sejak sebulan yang lalu. Putra mahkota kerajaan tidak dapat terdeteksi di mana berada. Semua mesin pendeteksi sudah dihidupkan. Raja Fred juga sudah menanyakan keberadaan Pangeran Balboa kepada Kaca Benggala. Sayangnya, usaha itu nihil. Tidak ada yang bisa memberi tahu di mana Pangeran Balboa berada. Akhirnya, semua dianggap berlalu. Raja dan Ratu sudah menyerah. Apalagi, Dokter Kerajaan menyatakan bahwa Ratu sedang hamil. Kembalilah Negeri Pams bersuka cita.
Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Teror paket buku membuat seluruh penghuni Negeri Pams resah. Tidak ada yang tahu dari mana asal paket buku tersebut. Keamanan Kerajaanpun kewalahan. Sebab, mereka juga tidak luput dari kiriman paket buku. Tidak terkecuali para penghuni Kerajaan Negeri Pams. Raja dan Ratu juga begitu. Meskipun sudah dijaga ketat, asap berbahaya itu tercium juga.
Hei! Tunggu dulu, ada yang bebas dari asap itu. Lihatlah! Ada seorang anak kecil di sebuah gudang Kerajaan. Di sampingnya banyak tumpukan buku, botol-botol parfum, selotip, gunting, pisau lipat, berkarung-karung merica dan cabe! Lho?!
Anak kecil tersebut tidak lain adalah Pangeran Balboa. Putra Mahkota Kerajaan yang katanya hilang. Pangeran Balboa sedang sibuk di depan komputernya. Wah! Perhatikan. Komputer itu terhubung dengan pipa-pipa kecil. Sedangkan ujung pipa-pipa itu diselipkan di antara genting. Salah satu ujung pipa lainnya terhubung pada sebuah tabung gas.
Pangeran Balboa sangat sibuk. Sebentar dia memperhatikan layar komputernya, sebentar kemudian pandangannya beralih pada tabung gas di tengah ruangan.
”Sempurna!” gumam Pangeran Balboa.
Kemudian Pangeran Balboa menekan tombol ”Enter”. Tidak lama dari tabung gas keluar asap yang sebenarnya adalah serbuk merica dan cabe. Asap tersebut dengan cepat keluar melalui pipa-pipa yang diselipkan di genting gudang.
Alhasil, asap yang keluar dari pipa Pangeran Balboa bercampur dengan udara. Itu artinya penyakit menangis dan bersin-bersin penghuni Negeri Pams akan tambah parah. Hem... ada yang tahu kenapa Pangeran Balboa berbuat demikian?
###
Raja dan Ratu heran. Teror buku sudah berhenti. Sayangnya, penyakit menangis dan bersin-bersin penghuni Negeri Pmas belum juga selesai. Malah tambah parah. Di mana-mana terlihat penghuni Negeri Pams yang bersin dan menangis. Mata mereka sembab.
”Hatchiy! Maaf, Tuan. Udara Negeri Pams tercemar. Oleh karena itu penyakit menangis dan bersin-bersin belum bisa disembuhkan,” terang Patih Bento.
”Apakah ada kejelasan bakteri apakah yang mencemari udara kita?” tanya Raja Fred.
”Mohon maaf, Paduka. Hatchiy! Campuran antara merica dan cabe.”
Penjelasan Patih Bento membuat Raja Fred semakin tidak bisa tidur malam ini. Raja sangat khawatir terhadap keadaan rakyatnya. Apalagi, Sang Permaisuri sedang hamil.
”Pasti ada tempat, hatchiy! penyimpanan merica dan cabe.”
Raja Fred kembali berpikir.
”Ah! Sebelum menghilang, hatchiy! Balboa sempat membeli berkarung-karung merica dan cabe,” gumam Raja Fred. Sang Raja ingat laporan salah seorang pengawal. Apa mungkin ini semua ulah Pangeran Balboa? Berarti Pangeran Balboa masih hidup.
“Kalau mesin pendeteksi tidak bisa menemukan Balboa. Aku sendiri harus menyusuri seluruh tempat di Negeri Pams!” tekad Raja Fred.
Esoknya dengan ditemani dua pengawal kerajaan, Raja Fred memulai pencariannya di sekitar Kerajaan. Tidak lupa Raja Fred membawa mesin pendeteksi sidik jari.
Nihil. Raja Fred tidak menyerah. Mereka kemudian berkeliling ke semua desa di wilayah Negeri Pams.
Ternyata sampai sorepun, Raja Fred tidak menemukan Pangeran Balboa. Mereka kembali ke Kerajaan dengan tangan hampa.
Eit! Tanpa mereka sadari, mereka berjalan di samping gudang Kerajaan. Udara di sana terasa semakin membuat mata perih.
”Hatchiy!!!” hampir bersamaan suara bersin Raja dan dua pengawalnya.
”Prang!”
Tiba-tiba terdengar suara barang pecah. Raja dan dua pengawalnya terkejut. Mereka saling pandang. Setelah melewati jembatan kecil, mereka kemudian mengendap-endap menuju pintu gudang.
”Tuing-tuing...!” mesin pendeteksi sidik jari yang dibawa oleh Raja Fred berbunyi.
Raja tersenyum. Pasti Pangeran Balboa sedang berada di dalam gudang. Kenapa baru terpikirkan sekarang? Mana mungkin mesin pendeteksi bisa mengetahui keberadaan Pangeran Balboa. Lha wong, gudang terletak jauh dari kerajaan. Tepatnya di kelilingi kali.
”Hatchiy!!!”
”Buuk kaay, bas!” Raja Fred membaca mantra untuk membuka pintu gudang.
Betapa terkejutnya Raja Fred melihat Pangeran Balboa. Pangeran Balboa pun tidak kalah terperanjatnya.
”Jadi, semua ini, hatchiy! ulahmu, Putra Mahkota?” gertak Raja Fred.
Pangeran Balboa menatap Raja Fred tajam. ”Ya, Ayahanda!”
”Kenapa Putra Mahkota tidak menangis dan bersin-bersin?” bisik Pengawal Raja Fred kepada temannya.
”Ananda meminum penangkal buatan Ananda sendiri!” jawab Pangeran Balboa. Pangeran mempunyai kelebihan indera pendengarannya sangat tajam.
”Siapa yang membantu Putra Mahkota mengantarkan teror pakekt buku?” selidik Raja Fred.
”Menggunakan ini!” jawab Pangeran Balboa mengeluarkan tongkat ajaibnya.
”Hatchiy! Sekarang juga hentikan asap merica dan cabai buatanmu!”
Pangeran Balboa menggeleng. Tangannya menunjuk ke arah komputer.
”Ananda lupa kode untuk menutup lubang pada ujung tabung,” ujar Pangeran Balboa. Raja Fred geram.
Raja Fred mengayunkan tongkat sihirnya, ”Tuupi reypatta!!”
Tidak berhasil.
”Kalau begitu Putra Mahkota harus dihukum pasung! Hatchiy!” tunding Raja Fred.
Pangeran Balboa menghela nafas.
”Bawa dia!!!”
###
Seluruh peghuni Kerajaan Pams sangat sedih mendengar Pangeran Balboa akan dihukum pasung di tengah alun-alun kota. Sebab, penyakit menangis dan bersin-bersin adalah ulah Pangeran Balboa yang sangat memalukan. Terlebih Sang Permaisuri.
Berkali-kali Ratu meminta Raja Fred memaafkan ulah Pangeran Balboa. Sayang, tidak digubris. Sebab, Pangeran Balboa tetap tidak mau memberikan kode penutupnya.
Seluruh penghuni Negeri Pams sudah berkumpul di alun-alun kota. Suara bersin-bersin terdengar sahut-menyahut. Seperti ada festival musik bersin.
Pangeran Balboa digiring menuju altar alun-alun. Siap dihukum pasung.
”Ananda ingin mengatakan sesuatu sebelum Ananda dipasung di tempat ini,” pinta Pangeran Balboa.
Raja Fred dengan angkuhnya mengangguk. Raja Fred benar-benar kecewa dan malu dengan perbuatan Putra Mahkota Kerajaan.
”Negeri kita terkenal dengan Negeri Sukacita. Semua penghuni tertawa gembira setiap hari. Yang mempunyai masalah, lima menit pasti sudah ada solusi. Negeri ini negeri cerdas. Semua penghuninya sekolah.”
Suara Pangeran Balboa terdengar lantang.
”Apakah ada yang tahu, kenapa Putra Mahkota kalian berbuat ulah?” tanya Pangeran Balboa. Semua yang hadir menggeleng. Termasuk Raja Fred.
”Putra Mahkota kalian menghilang selama sebulan. Dia sedang berpetualang dengan handycamnya.”
Pangeran Balboa mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya. VCD!
Dengan sigap pengawal kerajaan mengambil laptop, proyektor dan sebuah LCD.
VCD milik Pangeran Balboa diputar dan ditonton oleh seluruh penghuni Negeri Pams.
Sebuah tayangan yang sangat menyedihkan. Penghuninya kurus kering. Ada yang jalannya pincang. Anak-anak kecil yang hanya bercelana pendek. Kulit mereka hitam legam. Mereka mandi di sungai dan di kali. Makanan mereka singkong dan jagung. Tidak ada yang memasak menggunakan kompor ataupun kompor gas. Tapi, tungku. Air yang mereka minum adalah air dari pancuran. Bukan air dari galon ataupun dispenser. Ada yang sakit, diobati sekadarnya. Lama kemudian si Sakit mati. Di akhir tayangan tertulis: Negeri yang Dilupakan!
”Di mana tempat ini, anakku?” tanya Raja Fred terharu. Tayangan itu betul-betul menyedihkan.
”Kalian angkuh! Aku membuat asap merica dan cabai hanya ingin membuat kalian sadar. Kita mempunyai saudara yang menderita nun jauh di pelosok desa sana...” Pangeran Balboa tetap bersuara lantang.
Raja Fred sadar. Dia memang tidak pernah menyusuri pelosok desa dan hutan-hutan yang ada di Negeri Pams.
”Anakku, hatchiy! Ayahanda minta maaf. Mari kita temui mereka. Ayahanda ingin meminta maaf sebab sudah menelantarkan mereka. Hatchiy!” pinta Raja Fred.
”Kami minta maaf, Pangeran...” serentak penghuni Negeri Pams meminta maaf. Pangeran Balboa tersenyum. Dalam hati dia berdoa, semoga mereka benar-benar sadar dan mau membantu yang membutuhkan.
Lalu, Pangeran Balboa mengacungkan tongkat ajaibnya ke atas langit.
”Say tea o’ jhanium!!!”
Hujan turun. Buru-buru para pengawal menyelamatkan laptop, proyektor dan LCD.
”Kalian harus mandi air hujan ini. Besok sakit kalian akan sembuh!”
Tanpa berbicara lagi Pangeran Balboa melesat pergi. Dia harus segera menutup lubang tabung di dalam gudang.
Rof_iqoH Asri
setelan Manusia Pencari Makna
Kamis, 31 Maret 2011
DONGENG TENTANG TARIAN ROBOT PENGEMIS
Lagi-lagi Neil beranjak dari tempat duduknya. Dia sedang berfikir keras. Keinginannya untuk membeli komik ”Detective Ryo” sudah bulat.
”Meminta uang kepada Mom jelas tidak mungkin!” gumamnya. Neil tahu betul, Mom tidak suka dia membeli komik. Malah bisa jadi uang jajannya dipotong.
”Huft!” keluh Neil. Negeri Samy Range sudah terasa sangat dingin. Hujan salju belum juga berhenti. Musim dingin kali ini datang lebih awal. Seperti di Edinburgh saja. Menurut Badan Meteorologi Kerajaan, musim dingin mungkin akan lebih panjang dari kurun waktu biasanya.
Di luar juga sudah sangat sepi. Hanya terlihat beberapa Kelelawar dan Burung Hantu. Bermantel tebal terbang kesana-kemari. Meskipun dingin terasa menusuk, mereka tidak boleh melalaikan tugas menjaga Negeri Samy Range.
”Apa yang kau pikirkan, kawan?” tiba-tiba terdengar suara Phidel. Kucing berbulu empat warna, sahabat Neil.
Neil menoleh. Phidel terbangun rupanya.
”Bagaimana caranya aku mendapatkan komik tanpa uang dari Mom?” tanya Neil sambil bersedekap.
”Kau tahu sendiri, serial ke empat komik ”Detective Ryo” sudah terbit. Anak-anak Samy Range sudah banyak yang mengoleksi komik itu,” tambah Neil.
Phidel paham. Sahabatnya itu memang sangat menyukai komik seri ”Detective Ryo”. Sayangnya, Mom sangat tidak suka itu. Sebab, Neil akan melupakan waktu belajarnya. Sekolah Neil juga terkadang terabaikan.
”Kenapa kau tidak membuat Robot Pengemis saja?” saran Phidel.
Neil mengerutkan keningnya. Tidak mungkin! Robot Pengemis? Neil memang terkenal mahir menciptakan robot-robot aneh. Tapi, mengemis? Oh, tidak!
”Apa kata teman-teman dan semua penghuni Negeri Samy Range? Neil, anak pengusaha terkaya mengemis?!” cetus Neil marah. Benar-benar tidak bisa dia bayangkan.
Phidel menggendikkan bahu. Memang agak sulit memberi saran yang tepat.
”Jangan tersinggung dulu. Kau hanya membuat si Robot. Lalu, biarkan dia mengemis sendiri di Pusat Perbelajaan Kota. Kau tinggal mengontrolnya dengan remote jarak jauh...” ujar Phidel. Neil diam. Dalam hati dia membenarkan perkataan Phidel. Kalau begitu caranya, dia tidak perlu malu dengan Robot Pengemis buatannya.
”Idemu bagus, kawan. Malam ini juga akan aku selesaikan Robot Pengemis usulanmu,” kata Neil yakin. Dentang jam kota baru berbunyi sebelas kali. Masih ada waktu membuat Robot Pengemis sebelum pagi.
”Terserah! Yang pasti aku sangat mengantuk. Aku tidak mungkin bisa membantu.” Phidel menguap. Dia kemudian tidur terlentang di atas sofa.
Mau tidak mau Neil harus bekerja sendiri. Segera dia mempersiapkan lempengan-lempengan seng, beberapa potongan tembaga dan besi, dua buah roda sepeda mini, aki mobil, potongan magnet, beberapa utas kabel dan lain-lain. Semua Neil angkut dari gudang penyimpanan barang-barang. Tidak lupa dia membawa kemera mini mirip kamera CCTV guna melihat seberapa banyak uang yang sudah terkumpul.
Mulailah Neil merangkai Robot Pengemis. Tidak terlalu rumit, Robot Pengemis tetap sama seperti robot buatannya. Badannya berbentuk kotak penyimpanan uang. Pada sisi kanan atas dibuat lubang untuk memasukkan uang.
Untuk menarik perhatian, Neil membuat sepasang tangan, kaki dan kepalanya elastis. Terbuat dari karet dan bisa menari!
”Aha! Tangan elastis ini juga akan kubuat menarik kaki siapapun yang tidak mau memberiku uang!” seru Neil.
Akhirnya, sebelum Jack si Ayam Jago Kerajaan melengkingkan kokoknya, Neil sudah menyelesaikan Robot Pengemis.
Pagi-pagi sekali Neil sudah mengeluarkan Robot Pengemis dari dalam rumah. Tidak ada yang tahu. Rencananya pasti akan berhasil.
###
Sudah dua hari Robot Pengemis berkeliling di Pusat Perbelanjaan Kota. Semua orang yang melihat Robot Pengemis tertawa terpingkal-pingkal. Gerak tarian si Robot Pengemis sangat mengagumkan.
Sayangnya si Robot Pengemis suka menarik kaki penonton yang tidak mau memasukkan uang ke dalam kotaknya. Meskipun si Robot Pengemis terkenal lucu dengan tariannya, tetap saja membuat penghuni Negeri Samy Range gelisah.
Neil tidak peduli dengan desas-desus tentang si Robot Pengemis. Di tangannya sudah terkumpul cukup uang untuk membeli komik. Siang ini dia berniat pergi ke Toko Buku Mr. Hump. Biasanya toko itu dijaga oleh Monk si monyet.
Sambil bersiul Neil berjalan kaki ditemani Phidel. Tubuh mereka sama-sama dibalut mantel tebal. Jalanan masih ramai. Banyak penghuni Samy Range berseliweran sambil tertawa. Musim dingin bukan halangan untuk bergembira.
Di tengah perjalanan, langkah mereka harus berhenti karena sebuah suara tangisan.
”Dengar suara seseorang menangis?” tanya Neil. Phidel diam. Jelas dia mendengar. Telinganya masih dalam keadaan normal.
“Lihatlah, kawan. Suara itu berasal dari arah bangku di tengah taman!” seru Phidel.
Neil menoleh. Phidel benar. Di tengah taman ada seorang Ibu. Matanya merah karena menangis.
“Kita kesana?”
Phidel ragu. Dia tidak yakin, Neil mau diajak menemui orang yang sedang terkena musibah.
Neil melihat jam tangannya. Masih ada banyak waktu untuk sekedar mendengar keluh kesah si Ibu.
”Boleh!”
Phidel tersenyum. Segera mereka menghampiri si Ibu.
”Em, ada yang bisa kami bantu?” tanya Phidel sesampainya di samping si Ibu. Si Ibu lantas menoleh.
”Oh, Nak. Ibu sial hari ini. Sial!” runtuk si Ibu. Phidel dan Neil saling berpandangan.
”Sial? Hari ini orang-orang terlihat bahagia meskipun cuaca dingin...” ujar Neil.
”Ya. Tapi, si Robot Pengemis membuat Ibu tidak bahagia hari ini!” suara Ibu terdengar meninggi. Jelas.
Phidel menatap Neil penuh tanda tanya. Neil malah menggendikkan bahu. Sebenarnya Phidel bukan tidak mendengar tentang desas-desus itu.
”Kenapa?” selidik Phidel.
”Apa kalian tidak mendengar desas-desus tentang Robot Pengemis yang mempunyai tangan, kaki dan kepala elastis?” si Ibu balik bertanya.
”Ya, kami tahu. Robot pengemis yang suka menari dan meminta uang di Pusat Perbelanjaan Kota, kan?” Neil tidak mau kalah.
”Bukankah Robot Pengemis sangat menghibur?” tanya Phidel.
”Ya. Sangat menghibur. Tapi, dia menarik kakiku sebab aku tidak memasukkan uang ke dalam kotaknya...” kata si Ibu.
”Padahal, selembar uang itu adalah uang satu-satunya milik Ibu. Hari ini Ibu ingin melunasi janji Ibu,” tambah si Ibu.
”Janji?” serentak Neil dan Phidel bertanya.
Si Ibu mengangguk, ”Janji kepada anak Ibu untuk membeli buku tambahan mata pelajaran. Hari ini dia berhasil meraih peringkat pertama.”
Neil tertegun mendengar cerita si Ibu. Phidel tetap tidak mengerti. Dia tidak tahu kalau Robot Pengemis dibuat juga untuk memaksa siapapun memasukkan uang ke dalam kotaknya.
“Apa yang kau lakukan?” bisik Phidel.
”Aku hanya tidak ingin tarian Robot Pengemis sia-sia. Tidak ada yang memasukkan uang. Jadi...”
”Tapi, itu merugikan. Tidak semua orang mempunyai uang seperti apa yang kau pikirkan!” potong Phidel. Dalam hati Neil membenarkan kata-kata Phidel. Ah, apa salanya coba?
”Coba kau pikirkan nasib Ibu ini...” pinta Phidel.
Neil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kasihan memang. Si Ibu harus menepati janji karena anaknya berprestasi. Membelikan buka tambahan mata pelajaran. Wow! Keren. Sepertinya Mom pernah berjanji untuk membelikan sesuatu. Tapi, itu tidak Neil dengarkan. Sebab ada syaratnya. Harus belajar dan mendapat peringkat pertama. Mengalahkan prestasi Hellen si Anak Petani, Doy si Anak Pak Lurah, dan Duggy si Anjing Kerajaan.
”Ibu bisa membelikan buku itu lain waktu...” saran Neil.
Si Ibu tersenyum. Lalu menggeleng. “Buku itu dia butuhkan semester ini...”
Neil melenguh. Pasti si Anak sedang menunggu kedatangan ibunya. Aduh! Ini memang salah Neil. Andai saja Neil tidak membuat tangan si Robot Pengemis bisa menarik kaki siapapun yang tidak memberinya uang, mungkin nasib Ibu ini tidak akan begini...
”Aku tidak pernah berpikir akan jadi seperti ini...” sesal Neil. Phidel membiarkan sahabatnya kembali merenung.
Neil kemudian mengeluarkan remote dari dalam sakunya.
”Aku tahu apa yang harus aku lakukan,” gumam Neil. Segera Neil menekan tombol pemanggil Robot Pengemis.
”Em... Ibu bisa menggunakan uang ini untuk membeli buku tambahan mata pelajaran Anak Ibu...” kata Neil sembari menyerahkan satu kantong uang. Phidel terkejut melihat tindakan Neil. Tapi, dia bersyukur. Setidaknya Neil sudah sadar bahwa dia tidak boleh serakah.
”Kamu sungguh-sungguh, Nak?” tanya si Ibu meyakinkan. Neil mengangguk.
”Dan remote ini...”
”Lho! Ini dia si Robot Pengemis!” pekik si Ibu. Dari arah selatan si Robot Pengemis menari-nari menghampiri mereka. Phidel bersiap untuk lari. Pasti si Ibu akan marah besar!
“Ini Robot ciptaanku, Bu. Sebagai ganti rugi, Robot ini kuhadiahkan untukmu,” terang Neil.
“Huh! Mana mungkin! Robot ini pengancau!” sungut si Ibu. Neil mengerti. Segera dia memencet beberapa tombol di remote.
“Neil jamin, mulai sekarang dia menjadi Ribot Penghibur yang baik.”
Si ibu menatap Neil tidak percaya.
“Dia akan membantu Ibu mencari penghasilan dengan menghibur orang lain tanpa memaksa siapapun untuk menyisihkan uang!” tambah Neil.
Sebelum si Ibu berubah pikiran, Neil cepat-cepat mengajak Phidel pergi.
“Hei...! jangan pergi dulu!!!” teriak si Ibu.
Sayangnya, teriakan itu tidak digubris oleh Neil dan Phidel. Neil bertekad semester ini akan memberi kejutan kepada Mom. Kira-kira seperti apa ya, reaksi Mom?
Pamekasan, 29 03 2011
Robot Pengemis:Bingkai Berita edisi Jumat, 25 03 2011
Jumat, 13 Agustus 2010
Kau Meminangku Dengan Kata-kata
Kau jelagakan hatiku dengan sepinya waktu
Pada diamnya doremi angin
Kau tanpa suara masuk pada retinaku
Melesak penuhi paru-paru jantungku
Telah kau nisbat bayangku untuk berdiri tegak menemanimu
Pun istikharah yang kita hafal, kau lapukkan
Menjadi mantra-mantra penuh tawa
Bukan lagi dongeng Cinderela kau tarikan pada pias nyanyian sang rumi
Bukan pula hilal yang sempurna kau abjadkan pada sketsa peradaban sang pangeran
Tapi, deru nafas percintaan dengan Tuhan kau rapalkan agar aku dan kamu tersenyum mesra di pelaminan
aengdake, duatujuh noldua nolsembilan
Pada diamnya doremi angin
Kau tanpa suara masuk pada retinaku
Melesak penuhi paru-paru jantungku
Telah kau nisbat bayangku untuk berdiri tegak menemanimu
Pun istikharah yang kita hafal, kau lapukkan
Menjadi mantra-mantra penuh tawa
Bukan lagi dongeng Cinderela kau tarikan pada pias nyanyian sang rumi
Bukan pula hilal yang sempurna kau abjadkan pada sketsa peradaban sang pangeran
Tapi, deru nafas percintaan dengan Tuhan kau rapalkan agar aku dan kamu tersenyum mesra di pelaminan
aengdake, duatujuh noldua nolsembilan
Langganan:
Postingan (Atom)