Powered By Blogger

Kamis, 31 Maret 2011

DONGENG TENTANG TARIAN ROBOT PENGEMIS



Lagi-lagi Neil beranjak dari tempat duduknya. Dia sedang berfikir keras. Keinginannya untuk membeli komik ”Detective Ryo” sudah bulat.
”Meminta uang kepada Mom jelas tidak mungkin!” gumamnya. Neil tahu betul, Mom tidak suka dia membeli komik. Malah bisa jadi uang jajannya dipotong.
”Huft!” keluh Neil. Negeri Samy Range sudah terasa sangat dingin. Hujan salju belum juga berhenti. Musim dingin kali ini datang lebih awal. Seperti di Edinburgh saja. Menurut Badan Meteorologi Kerajaan, musim dingin mungkin akan lebih panjang dari kurun waktu biasanya.
Di luar juga sudah sangat sepi. Hanya terlihat beberapa Kelelawar dan Burung Hantu. Bermantel tebal terbang kesana-kemari. Meskipun dingin terasa menusuk, mereka tidak boleh melalaikan tugas menjaga Negeri Samy Range.
”Apa yang kau pikirkan, kawan?” tiba-tiba terdengar suara Phidel. Kucing berbulu empat warna, sahabat Neil.
Neil menoleh. Phidel terbangun rupanya.
”Bagaimana caranya aku mendapatkan komik tanpa uang dari Mom?” tanya Neil sambil bersedekap.
”Kau tahu sendiri, serial ke empat komik ”Detective Ryo” sudah terbit. Anak-anak Samy Range sudah banyak yang mengoleksi komik itu,” tambah Neil.
Phidel paham. Sahabatnya itu memang sangat menyukai komik seri ”Detective Ryo”. Sayangnya, Mom sangat tidak suka itu. Sebab, Neil akan melupakan waktu belajarnya. Sekolah Neil juga terkadang terabaikan.
”Kenapa kau tidak membuat Robot Pengemis saja?” saran Phidel.
Neil mengerutkan keningnya. Tidak mungkin! Robot Pengemis? Neil memang terkenal mahir menciptakan robot-robot aneh. Tapi, mengemis? Oh, tidak!
”Apa kata teman-teman dan semua penghuni Negeri Samy Range? Neil, anak pengusaha terkaya mengemis?!” cetus Neil marah. Benar-benar tidak bisa dia bayangkan.
Phidel menggendikkan bahu. Memang agak sulit memberi saran yang tepat.
”Jangan tersinggung dulu. Kau hanya membuat si Robot. Lalu, biarkan dia mengemis sendiri di Pusat Perbelajaan Kota. Kau tinggal mengontrolnya dengan remote jarak jauh...” ujar Phidel. Neil diam. Dalam hati dia membenarkan perkataan Phidel. Kalau begitu caranya, dia tidak perlu malu dengan Robot Pengemis buatannya.
”Idemu bagus, kawan. Malam ini juga akan aku selesaikan Robot Pengemis usulanmu,” kata Neil yakin. Dentang jam kota baru berbunyi sebelas kali. Masih ada waktu membuat Robot Pengemis sebelum pagi.
”Terserah! Yang pasti aku sangat mengantuk. Aku tidak mungkin bisa membantu.” Phidel menguap. Dia kemudian tidur terlentang di atas sofa.
Mau tidak mau Neil harus bekerja sendiri. Segera dia mempersiapkan lempengan-lempengan seng, beberapa potongan tembaga dan besi, dua buah roda sepeda mini, aki mobil, potongan magnet, beberapa utas kabel dan lain-lain. Semua Neil angkut dari gudang penyimpanan barang-barang. Tidak lupa dia membawa kemera mini mirip kamera CCTV guna melihat seberapa banyak uang yang sudah terkumpul.
Mulailah Neil merangkai Robot Pengemis. Tidak terlalu rumit, Robot Pengemis tetap sama seperti robot buatannya. Badannya berbentuk kotak penyimpanan uang. Pada sisi kanan atas dibuat lubang untuk memasukkan uang.
Untuk menarik perhatian, Neil membuat sepasang tangan, kaki dan kepalanya elastis. Terbuat dari karet dan bisa menari!
”Aha! Tangan elastis ini juga akan kubuat menarik kaki siapapun yang tidak mau memberiku uang!” seru Neil.
Akhirnya, sebelum Jack si Ayam Jago Kerajaan melengkingkan kokoknya, Neil sudah menyelesaikan Robot Pengemis.
Pagi-pagi sekali Neil sudah mengeluarkan Robot Pengemis dari dalam rumah. Tidak ada yang tahu. Rencananya pasti akan berhasil.
###
Sudah dua hari Robot Pengemis berkeliling di Pusat Perbelanjaan Kota. Semua orang yang melihat Robot Pengemis tertawa terpingkal-pingkal. Gerak tarian si Robot Pengemis sangat mengagumkan.
Sayangnya si Robot Pengemis suka menarik kaki penonton yang tidak mau memasukkan uang ke dalam kotaknya. Meskipun si Robot Pengemis terkenal lucu dengan tariannya, tetap saja membuat penghuni Negeri Samy Range gelisah.
Neil tidak peduli dengan desas-desus tentang si Robot Pengemis. Di tangannya sudah terkumpul cukup uang untuk membeli komik. Siang ini dia berniat pergi ke Toko Buku Mr. Hump. Biasanya toko itu dijaga oleh Monk si monyet.
Sambil bersiul Neil berjalan kaki ditemani Phidel. Tubuh mereka sama-sama dibalut mantel tebal. Jalanan masih ramai. Banyak penghuni Samy Range berseliweran sambil tertawa. Musim dingin bukan halangan untuk bergembira.
Di tengah perjalanan, langkah mereka harus berhenti karena sebuah suara tangisan.
”Dengar suara seseorang menangis?” tanya Neil. Phidel diam. Jelas dia mendengar. Telinganya masih dalam keadaan normal.
“Lihatlah, kawan. Suara itu berasal dari arah bangku di tengah taman!” seru Phidel.
Neil menoleh. Phidel benar. Di tengah taman ada seorang Ibu. Matanya merah karena menangis.
“Kita kesana?”
Phidel ragu. Dia tidak yakin, Neil mau diajak menemui orang yang sedang terkena musibah.
Neil melihat jam tangannya. Masih ada banyak waktu untuk sekedar mendengar keluh kesah si Ibu.
”Boleh!”
Phidel tersenyum. Segera mereka menghampiri si Ibu.
”Em, ada yang bisa kami bantu?” tanya Phidel sesampainya di samping si Ibu. Si Ibu lantas menoleh.
”Oh, Nak. Ibu sial hari ini. Sial!” runtuk si Ibu. Phidel dan Neil saling berpandangan.
”Sial? Hari ini orang-orang terlihat bahagia meskipun cuaca dingin...” ujar Neil.
”Ya. Tapi, si Robot Pengemis membuat Ibu tidak bahagia hari ini!” suara Ibu terdengar meninggi. Jelas.
Phidel menatap Neil penuh tanda tanya. Neil malah menggendikkan bahu. Sebenarnya Phidel bukan tidak mendengar tentang desas-desus itu.
”Kenapa?” selidik Phidel.
”Apa kalian tidak mendengar desas-desus tentang Robot Pengemis yang mempunyai tangan, kaki dan kepala elastis?” si Ibu balik bertanya.
”Ya, kami tahu. Robot pengemis yang suka menari dan meminta uang di Pusat Perbelanjaan Kota, kan?” Neil tidak mau kalah.
”Bukankah Robot Pengemis sangat menghibur?” tanya Phidel.
”Ya. Sangat menghibur. Tapi, dia menarik kakiku sebab aku tidak memasukkan uang ke dalam kotaknya...” kata si Ibu.
”Padahal, selembar uang itu adalah uang satu-satunya milik Ibu. Hari ini Ibu ingin melunasi janji Ibu,” tambah si Ibu.
”Janji?” serentak Neil dan Phidel bertanya.
Si Ibu mengangguk, ”Janji kepada anak Ibu untuk membeli buku tambahan mata pelajaran. Hari ini dia berhasil meraih peringkat pertama.”
Neil tertegun mendengar cerita si Ibu. Phidel tetap tidak mengerti. Dia tidak tahu kalau Robot Pengemis dibuat juga untuk memaksa siapapun memasukkan uang ke dalam kotaknya.
“Apa yang kau lakukan?” bisik Phidel.
”Aku hanya tidak ingin tarian Robot Pengemis sia-sia. Tidak ada yang memasukkan uang. Jadi...”
”Tapi, itu merugikan. Tidak semua orang mempunyai uang seperti apa yang kau pikirkan!” potong Phidel. Dalam hati Neil membenarkan kata-kata Phidel. Ah, apa salanya coba?
”Coba kau pikirkan nasib Ibu ini...” pinta Phidel.
Neil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kasihan memang. Si Ibu harus menepati janji karena anaknya berprestasi. Membelikan buka tambahan mata pelajaran. Wow! Keren. Sepertinya Mom pernah berjanji untuk membelikan sesuatu. Tapi, itu tidak Neil dengarkan. Sebab ada syaratnya. Harus belajar dan mendapat peringkat pertama. Mengalahkan prestasi Hellen si Anak Petani, Doy si Anak Pak Lurah, dan Duggy si Anjing Kerajaan.
”Ibu bisa membelikan buku itu lain waktu...” saran Neil.
Si Ibu tersenyum. Lalu menggeleng. “Buku itu dia butuhkan semester ini...”
Neil melenguh. Pasti si Anak sedang menunggu kedatangan ibunya. Aduh! Ini memang salah Neil. Andai saja Neil tidak membuat tangan si Robot Pengemis bisa menarik kaki siapapun yang tidak memberinya uang, mungkin nasib Ibu ini tidak akan begini...
”Aku tidak pernah berpikir akan jadi seperti ini...” sesal Neil. Phidel membiarkan sahabatnya kembali merenung.
Neil kemudian mengeluarkan remote dari dalam sakunya.
”Aku tahu apa yang harus aku lakukan,” gumam Neil. Segera Neil menekan tombol pemanggil Robot Pengemis.
”Em... Ibu bisa menggunakan uang ini untuk membeli buku tambahan mata pelajaran Anak Ibu...” kata Neil sembari menyerahkan satu kantong uang. Phidel terkejut melihat tindakan Neil. Tapi, dia bersyukur. Setidaknya Neil sudah sadar bahwa dia tidak boleh serakah.
”Kamu sungguh-sungguh, Nak?” tanya si Ibu meyakinkan. Neil mengangguk.
”Dan remote ini...”
”Lho! Ini dia si Robot Pengemis!” pekik si Ibu. Dari arah selatan si Robot Pengemis menari-nari menghampiri mereka. Phidel bersiap untuk lari. Pasti si Ibu akan marah besar!
“Ini Robot ciptaanku, Bu. Sebagai ganti rugi, Robot ini kuhadiahkan untukmu,” terang Neil.
“Huh! Mana mungkin! Robot ini pengancau!” sungut si Ibu. Neil mengerti. Segera dia memencet beberapa tombol di remote.
“Neil jamin, mulai sekarang dia menjadi Ribot Penghibur yang baik.”
Si ibu menatap Neil tidak percaya.
“Dia akan membantu Ibu mencari penghasilan dengan menghibur orang lain tanpa memaksa siapapun untuk menyisihkan uang!” tambah Neil.
Sebelum si Ibu berubah pikiran, Neil cepat-cepat mengajak Phidel pergi.
“Hei...! jangan pergi dulu!!!” teriak si Ibu.
Sayangnya, teriakan itu tidak digubris oleh Neil dan Phidel. Neil bertekad semester ini akan memberi kejutan kepada Mom. Kira-kira seperti apa ya, reaksi Mom?


Pamekasan, 29 03 2011
Robot Pengemis:Bingkai Berita edisi Jumat, 25 03 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar